![]() |
Resensi Buku Drupadi oleh Fajrina |
Judul Buku : Drupadi
Pengarang : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 1, 2017
Halaman : 149
Presensi : Fajrina
Harga Diri Drupadi di Mata Seno Gumira Ajidarma
Dalam novel Drupadi ini, Seno Gumira menghadirkan kisah
mahabarata versi ringkas. Cerita tidak menggunakan sudut pandang Pandawa dan
Kurawa seperti epos Mahabarata lainnya, ia menggunakan Drupadi sebagai sudut
pandang tokoh utamanya. Sosok yang diceritakan bahwa ia tidak pernah
dilahirkan, konon ia diciptakan dari sekuntum Teratai yang sedeang merekah (h.
2).
Kita bisa menyimak potret Drupadi yang dinarasikan
Seno dalam bingkai kecantikan yang melebihi mimpi. Bagaimana kemudian perempuan
ini tumbuh menjadi putri cantik dan kelak menjadi istri dari Arjuna, sekaligus
istri dari keempat saudara Pandhawanya.
Selanjutnya secara detail Seno menggambarkan adegan saat Yudhistira bermain Judi dengan para Kurawa atas bisikan Sengkuni yang licik. Sejak kecil Yudhistira atau sulung dari Pandhawa ini memang gemar berjudi walaupun ia selalu saja kalah, dan inilah yang dimanfaatkan sengkuni untuk merebut kerajaan Hastina.
Setelah kehilangan harta serta kekuasaan, Yudhistira ikut mempertaruhkan
Drupadi dan seperti yang sudah kita duga, Yudhistira kalah dalam permainan judi
tersebut. Drupadi terpaksa direlakan menjadi milik Kurawa.
Pada gambaran adegan judi ini, akhirnya kita mengetahui mengapa Drupadi sedemikian mendendam kepada Kurawa. Halaman-halaman pada bab ini menggambarkan ketegangan bagaimana setelah Yudhistira dinyatakan kalah dalam permainan judi tersebut.
Pandhawa benar-benar kehilangan kehormatannya, tetapi atas nama kesatria mereka harus menerima segala penghinaan dan cercaan, tanpa boleh marah. Sebagai budak tanpa kehormatan mereka telah kehilangan haknya untuk marah apalagi murka.
Drupadi hanya bisa menangis dan meratap menahan
sakit di dadanya, Drupadi ditelanjangi dan dipaksa melayani 100 kurawa di meja
perjudian. Kemana Pandawa? Kelimanya
hanya diam menyaksikan. Betapa kisah ini menyiratkan bahwa seolah-olah wanita
bebas dipermalukan atau tak layak dilindungi. Dari titik ini akhirnya kita paham
mengapa dendam Drupadi kepada bala Kurawa begitu dalam.
Menurut saya ini buku bagus, singkat, sudut pandangnya keren. Jika biasanya membaca kisah Mahabarata di suguhi dengan kepahlawanan Pandawa, namun dalam novel ini justru Pandawalah yang dikritik.
Novel ini seperti menggunakan sudut pandang
Feminisme, terbukti dalam detail adegan
di atas Seno tak sedikitpun mengeksplorasi adegan "seronok" yang menyudutkan
Drupadi. malah banyak adegan yang menyudutkan Pandawa kemudian menonjolakan
kekuatan, kesetiaan dan pengabdian Drupadi yang luar biasa.
Setelah
semua perlakuan yang diterimanya, Drupadi menjadi penentang budaya patriaki. Ia
tak mau lagi berada dalam ‘kerugian budaya’ yang menimpanya. Seno menggambarkan
Drupadi sebagai perempuan yang begitu gigih menjunjung arti harga diri, sosok
perempuan yang menggunakan hak dirinya sebagai korban untuk melakukan
pembalasan.
Akhinya
tuntaslah dendamnya dengan Kurawa saat ia berhasil mencuci rambutnya dengan
darah Dursasana (h. 106). Mungkin beberapa pembaca tidak akan menyukai semua
babak cerita Drupadi yang diceritakan Seno. Pandangan Seno yang tidak biasa
bisa dibilang menunjukkan kelasnya sebagai sastrawan senior, yang masih mampu
berkiprah sampai puluhan tahun tanpa mengalami penurunan kualitas pada
karyanya.
Bagaimanapun Drupadi membalaskan dendam demi harga dirinya, Seno mengemas peran Drupadi dengan baik
‘pengabdian yang sempurna adalah setia kepada peran hidup kita, apapun peran yang kita mainkaan (h. 78).