Propaganda pemerintah, jika didukung oleh kelas berpendidikan dan tak terjadi penyimpangan, maka pengaruhnya akan sangat besar (Noam Chomsky).
Buku ini tipis, hanya 66
halamam. Bagi saya menarik mengulas buku-buku seperti ini, saya menyebutnya
buka yang bisa dibaca sekali duduk. Buku seperti ini memang sangat cocok untuk
kebutuhan praktis atau untuk yang ingin secara cepat memahami tema tertentu. Keterbatasannya
tentu ada pada kedalaman pehaman pada tema—dalam buku ini missal—propaganda bukanlah
bahasan yang bisa dikatakan bisa dipelajari dari buku setebal 66 halaman.
Chomsky mulai melacak
propaganda dari formula Mohawk Valley yang menjadi salah satu kesuksesan
propaganda dan berkembangnya industri humas. Dimana syarikat buruh yang baru
saja mendapat hak berorganisasi (wagner act), digiring oleh suatu propaganda
agar dimusuhi publik saat melakukan pemogokan. Dilabeli biang rusuh, pengacau dan berlawanan dengan perjuangan
kepentingan bersama.
Propaganda seperti ini
tentu terinspirasi dari Creel Comittee yang sukses mengubah masyarakat amerika
yang anti perang menjadi menggebu-gebu berperan di perang eropa. Selain itu
kisah menakut-nakuti terhadap isu sosialisme (red scare) tentu mendapat
perhatian yang sama. Keberhasilan seperti itulah yang membuat propaganda dan
humas terus dikembangkan.
Chomsky sendiri langsung
menunjuk hidung walter lippman, John Dewey dan Harrold laswell sebagai tokoh
intelektual yang membagi masyarakat demokratis dalan dua kelompok. Kelompok
intelektual yang berpikir, merencanakan dan menunjukan apa yang seharusnya
menjadi kepentingan bersama, serta kelompok pandir yang terdiri dari mayoritas
bodoh yang baiknya jadi penonton saja.
Mereka sadar bahwa dengan
menentukan apa itu kepentingan bersama yang disebarkan pada publik melalui
propaganda, maka masyarakat umum yang lebih susah diatur dan dibodohi karena
kebebasan yang didapat dalam alam demokrasi bisa kembali mudah ditipu.
Kunci propaganda adalah
dengan menciptakan selogan yang tidak seorangpun berani berseberangan
dengannya, dan semua orang mau mendukungnya. Tidak ada yang ragu apa makna di
baliknya, karena memang tidak punya makna apa-apa.
Namun selama publik dibatasi, dialihkan perhatiannya, dan tidak punya akses untuk berorganisasi atau menyatakan sentimennya, atau bahkan untuk mengetahui kalau orang lain menyimpan sentimen yang sama, keadaan tidak akan berubah (h. 22).
Banyak hal dikritik,
terutama alasan Amerika menggunakan kekuatan militernya. Dasar argumennya
adalah penggunaan kekuatan itu diperbolehkan selama ditujukan pada negara yang
melakukan agresi dan pendudukan ilegal, sehinga ia hanya bisa dihentikan oleh
Amerika. Tetapi Chomsky melihat hal lain, Amerika berdiri di dua kaki dalam hal
dasar pengerahan kekuatan militernya.
Kaki Pertama, jika alasan
itu yang ia gunakan maka seharusnya ia juga harus mengebom Washington sendiri,
karena Amerika melakukan beberapa agresi sendiri terhadap negara lain. Disini
Chomsky memulai analisis propogandanya, warga Amerika tidak banyak mendebat
atau menyatakan ulang alasan tersebut karena mereka tidak tahu data dan fakta
mengenai hal tersebut. Ketidaktahuan ini disebabkan pers tidak memberitakannya.
Sementara di kaki kedua,
melalui berita dari pers, ia mencitrakan negara sasarannya (Kuba, Irak) sepeti
monster. Chomsky mengolok, bagaimana mungkin Irak sebagai negara berkembang
dunia ketiga tanpa industri, punya kekuatan yang dicitrakan secara kejam ingin
menguasai dunia sehingga harus segera dihentikan. Kata kuncinya adalah,
bagaimana pers memberi informasi yang cukup mengenai informasi ini. Pers yang
dikontrol adalah bukti otoritarianisme.
Buku ini ditutup dengan
teguran dadi Chomsky, semua propaganda ini menurutnya tentang dua jalan
berseberangan. Hidup penuh kebebasan atau dikontrol, ditakut-takuti, dicekoki
selogan patriotisme kosong nilai, diarahkan opini publiknya? Dia juga mengecam
bagaimana orang terdidik hanya membebek mengikuti perintah.
Terakhir, tentu mereka
bukanlah orang terdidik yang bisa dimasukan sebagai kategori intelektual dalam
pandangan edward said. Sementara di Indonesia, pers dan kebutuhan ekonomi
menjadi polemik khas dunia berkembang. Tetapi apakah media massa cukup mampu
diharapkan memerangi propaganda? Apalagi zaman pendengung (buzzer) dan robot
yang sudah mendahului
Masyarakat sipil kita untuk aktif di sana.
Judul Buku : Politik Kuasa Media
Penulis : Noam Chomsky
Penerbit : Jalan Baru
Tebal : 66 hlm | Bookpaper
Dimensi : 13x19 cm | Soft Cover
Peresensi : Ahmad Muqsith